Wednesday, February 07, 2018

Bagaimana Menjadi Manusia yang tidak Baperan (Bagian 1)

Sebuah perjalanan panjang harus dilalui. Semua yang tersimpan adakalanya kita harus rela melupakannya, entah karena hilang ataupun rusak. Begitulah kehidupan. Pepatah Jawa menyebutkan urip mung mampir ngombe
. Ya seperti itulah adanya, jika hanya dari sudut pandang waktu. Akan tetapi, bagi sebagian manusia lainnya, bisa jadi tidak seperti itu. Hal ini disebabkan karena saking bosannya hidup di dunia, banyak beban yang menjadi tanggungan, sehingga hidup sangat terasa lama, jauh sekali jika hanya diistilahkan hidup hanya seperti mampir minum saja. Perbedaan dari keduanya hanyalah pada soal perasaan. Manusia selain memiliki akal (rasio), juga memiliki perasaan. Seringkali keduanya "saling berlomba" untuk mendominasi satu sama lain. Pertanyaannya, mana yang terbaik? Dominasi perasaan atau akal (rasio)? Nanti kita sambung lagi pada tulisan berikutnya ya...

Monday, April 28, 2014

Antara Bilangan, Waktu dan Tuhan

Dalam pemikiran tidak ada istilah lancang. Karena pemikiran itu boleh saja liar, menembus batas-batas, bahkan boleh jadi menembus batas atau norma-norma agama yang diyakini. Ketika agama membatasi soal memikirkan Tuhan, pikiran dengan bebasnya bisa berontak dan justru dengan liarnya akan terus-menerus mencari, menyelidik, dan mengulik keberadaan-Nya, walaupun ujung-ujungnya akan terkapar seraya mengacungkan bendera putih tanda menyerah dan bergumam.."ok... aku menyerah dan tidak tahu". Tapi sebagai pemikir ulung, tentu tidak akan berhenti begitu saja, begitu ada kesempatan, ia akan terus berpikir dan berpikir sampai menemukan jawaban yang memuaskan, walaupun akhirnya pun masih harus menyerah dan menyerah lagi. Sungguh melelahkan tapi mengasyikan. Berbicara Tuhan harus mengambil resiko dikatakan orang sebagai sosok yang sok tahu. Tapi, percayalah lebih baik orang yang suka berpikir daripada tidak pernah berpikir, apalagi memikir-Nya. Coba kita tengok sebuah dalil yang intinya mengatakan bahwa tidak ada yang serupa dengan-Nya, berarti yang serupa itu makhluk bukan Tuhan semesta. Tuhan itu maha awal dan maha akhir, berarti jika ada yang berawal dan berakhir pasti itu bukan Tuhan. Pohon, hewan bahkan kita manusia ada awalnya yang disebut lahir atau tumbuh, pun ada akhirnya mati atau meninggal dunia. Lalu bagaimana dengan bilangan dan waktu? Dalam matematika kita mengenal ada hitung-hitungan berurut (bilangan) dari negatif-0-positif. Coba perhatikan berapakah angka awalnya, tidak ada kan kecuali kita yang mengada-adakan, misalnya negatif sembilan milyar trilyun. Begitupun bilangan positifnya, sama saja, tidak ada ujungnya, kecuali kita yang mengada-adakan ujungnya, misalnya sembilan koma sembilan sembilan trilyun tahun. Sementara Tuhan itu juga tak berawal dan tak berakhir. Sama seperti bilangan? Sifatnya dari segi ini memang sama, tak berawal tak berakhir, tapi dzat-Nya tentu saja tidak, karena tak ada satu pun makhluk yang menyerupai-Nya. Seperti halnya manusia juga punya sifat Tuhan, pengasih dan penyayang. Manusia pun bisa manjadi orang yang pengasih dan penyayang. Lalu, bagaimana dengan waktu? Waktu atau masa mempunyai kedudukan yang istimewa dalam setiap ajaran agama. Dalam Al Qur'an terdapat satu surat pendek yang khusus membahas tentang waktu (Al Ashr). ”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al ‘Ashr) Apakah sifat waktu? Hampir sama dengan bilangan, hanya saja manusia yang konstrasi di bidang ini banyak yang memiliki kemampuan membaca kejadian-kejadian terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Misalnya, ketika meneliti tentang bumi, fosil makhluk purba semacam dinosaurus, situs-situs purbakala, mereka dapat memperkirakan, sekali lagi hanya "memperkirakan" dengan kata lain hanya "mengira-ngira" kejadian atau usia temuan-temuannya. Pun ketika memprediksi sebuah peristiwa yang akan datang, misalnya tentang bencana alam atau cuaca, itu juga hanya sebuah perkiraan, walaupun dengan ilmu, tetap saja namanya "prakiraan". Jadi apakah waktu itu? Dia pun makhluk yang tunduk pada aturan-aturan Sang Penguasa Jagat Raya dan seisinya ini. Waktu tak bisa kembali dan konsisten dalam ketundukannya. Dia (waktu) terus berjalan, terus hidup entah sampai kapan. Saya jadi teringat pesan pakdhe saya "Nak...hargailah waktu"

Sunday, January 26, 2014

Rhoma Irama Kuda Hitam Pilpres 2014

Anda boleh setuju atau tidak setuju dengan opini dalam tulisan ini. Seperti kita tahu, sebentar lagi kita akan kembali melaksanakan perhelatan besar di republik ini yaitu pemilihan presiden 2014. Semua calon sudah terlihat bermunculan di media massa terutama televisi dan cetak, sebut saja Jokowi, Prabowo, Wiranto, Abu Rizal Bakrie sampai Rhoma Irama. Apakah semuanya punya peluang? Ya! Semuanya berpeluang, soal peluangnya besar atau kecil itu soal lain. Tinggal bagaimana takdir menentukan jalan hidup mereka. Tidak perlu tulisan panjang lebar untuk tema ini saya rasa... toh semuanya kembali ke takdir Illahi... Betul???

Sunday, January 19, 2014

Ada Bagian Dari Diri Kita Yang Menolak Keburukan

Ini adalah bagian dari misteri hidup. Sesuatu itu hidup dalam diri kita dalam hati kita. Coba dengarkan dan rasakan setiap kita sedang melakukan kesalahan ataupun menyengaja berbuat yang sebenarnya kita tahu bahwa itu sebuah kesalahan, pelanggaran ataupun dosa. Ada sesuatu di dalam hati sanubari kita yang selalu mengingatkan. Sehingga terjadilah tarik-menarik. Terjadilah pertempuran sengit. Siapa yang lebih kuat dialah yang keluar sebagai pemenangnya. Tinggal manusia itu sendirilah yang menentukan akan mengikuti hawa nafsunya, atau mengikuti ajakan kebaikan tadi... Jadi siapakah yang selalu membisikan dan mencegah diri kita dari berbuat tidak baik itu? Coba sekali-kali dengarkan... Dengarkan... dan jangan diabaikan atau diacuhkan Lalu siapakah dia?

Tuesday, December 17, 2013

Berhati-hati dalam Menasehati Orang Lain

Malam ini kiranya saya ingin berbagi dengan anda para pembaca tempat curhat di manapun berada. Judul tulisan ini "Berhati-hati dalam Menasehati Orang Lain", bukan tanpa sebab saya menuliskan dan mengambil tema ini. Dalam perjalanan hidup menuju 40 tahun ini, entah karena ketertarikan keilmuan yang saya tekuni saat ini, atau entah karena sebab lain, saya merasa harus berhati-hati dalam memberikan nasehat atau semacam anjuran-anjuran kebaikan kepada orang lain. Ambil contoh misalnya ketika saya menasehati istri saya untuk bersabar ketika menghadapi masalah dan jangan emosi, terinspirasi dari sebuah stiker "Sabar kudu kabeh, Kabeh kudu sabar", ternyata sejurus kemudian saya dihadapkan pada masalah yang betul-betul membuat saya mengelus dada, tidak bisa sabar bahkan emosi. Lalu saya menyimpulkan, menasehati, memberikan anjuran atau saran-saran pada orang lain itu sangat sangatlah mudah, tapi melakukannya sungguh suatu yang tidak mudah. Secara gamblang dalam kesempatan ini saya ingin mengatakan mau lebih berhati-hati lagi dalam berbicara walaupun isi pembicaraan itu sebuah kebaikan, misalnya soal kesabaran, menahan emosi, rendah hati, kesetiaan, terlebih tentang sikap-sikap moral yang lain... sungguh sesuatu yang berat. Sejurus memberi keterangan, sejurus kemudian akan diuji oleh tema yang barusan diterangkan. Apakah ini pernah terjadi juga pada anda?

Tuesday, September 17, 2013

Dunia Akal-akalan

Suatu saat sang pejalan bertanya pada sang penunjuk jalan, "Saya bermimpi bertemu dengan Baginda, dalam mimpi itu situasinya sedang perang, tapi anehnya yang menjadi musuh wujudnya seperti kera walaupun mereka manusia. Saya bersama Baginda berada di sebuah tebing, disana ada dua orang tawanan, saya disuruh oleh beliau untuk memotong bagian pinggir telinga kedua tawanan itu dengan gunting, sehingga kalau sudah dipotong bentuknya akan menyerupai telinga manusia bukan telinga kera lagi. Tapi seraya memohon maaf pada beliau saya keberatan karena tidak berani melakukannya. Baginda pun sudah berpesan saat memotong jangan sampai keluar darahnya. Akhirnya yang memotong adalah beliau, dan yang terjadi setelah bagian pinggir telinga itu dipotong (tidak mengeluarkan darah, kedua tawanan itupun tidak terlihat kesakitan sama sekali), perlahan wujud mereka berubah menjadi manusia. Apakah artinya ini?" "Kera itu adalah gambaranmu, gambaran nafsumu, simbol akal-akalan... yang kau sebut Baginda itupun hanya khayalanmu saja" "Astaghfirullahal adzim... jadi begitu" Sang pejalan tertunduk malu dan menyadari segala kesalahan dan kekhilafannya. Dia bertekad akan meninggalkan apa yang sudah dijalaninya selama ini, yaitu melakukan hal-hal yang bersifat akal-akalan. Dia sadar betul jika terus bergumul dalam dunia akal-akalan akan dapat merugikan dirinya sendiri, keluarga dan orang lain atau mungkin bisa saja merugikan negara. Tahukah anda contoh perilaku akal-akalan??? Contohnya adalah mark-up anggaran, manipulasi proyek, dan segala macam bentuk korupsi yang berakar pada keserakahan. Sayangnya, fenomena ini semakin banyak di negara tercinta ini... yuk mulai dari diri sendiri untuk menghindari akal-akal dan menghentikan dunia akal-akalan.

Selamat Jalan Habib Munzir

Saya belum pernah menlihat secara langsung Habib Munzir yang sudah wafat Minggu 15 September 2013, kemarin. Tapi entah kenapa, membaca apa saja yang telah dilakukannya selama menunaikan tugas di alam dunia ini sungguh sangat menginspirasi, mungkin juga bagi Anda. Beliau dalam tulisan-tulisannya sangat terlihat begitu mendalam dalam mencintai Rosulullah SAW, sehingga beliau bermimpi yang dalam mimpinya bertemu dengan Baginda Rosul sambil bercakap-cakap penuh kesantunan. Kurang lebih dalam percakapannya beliau sudah diberitahu bahwa disaat usianya belum genap 40 tahun, beliau akan dapat terus bersama Nabi Muhammad SAW. Sebelum dipanggil Allah SWT, Habib Munzir sempat menulis kisah mengenai mimpi bertemu Rasulullah Nabi Muhammad SAW di dalam blognya yang beralamat www.majeliskecil.wordpress.com. Dalam blognya tersebut ia mengaku sempat berbincang dengan Rasulullah "Saya sangat mencintai Rasulullah SAW, menangis merindukan Rasulullah SAW, dan sering dikunjungi Rasululullah SAW dalam mimpi, Rasul selalu menghibur saya jika saya sedih, suatu waktu saya mimpi bersimpuh dan memeluk lutut beliau dan berkata wahai Rasulullah SAW aku rindu padamu, jangan tinggalkan aku lagi, butakan mataku ini asal bisa jumpa denganMu ataukan matikan aku sekarang, aku tersiksa di dunia ini. Rasulullah SAW menepuk bahu saya dan berkata , "Munzir, tenanglah, sebelum usiamu mencapai 40 tahun kau sudah jumpa denganku". Maka sayapun terbangun," tulis Habib Munzir di dalam blognya. Sekilas tentang beliau, Al-Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa atau lebih dikenal dengan Munzir bin Fuad bin Abdurrahman Almusawa lahir di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, 23 Februari 1973. Ia adalah pimpinan Majelis Rasulullah, majelis dzikir terbesar. Demikianlah pembaca blog saya yang baik hati, sekilas tentang kekaguman saya pada Habib Munzir (alm), saya hanya mempertanyakan diri sendiri saja, yang dari dulu mengaku umat Rosul tapi koq belum atau tidak bisa memiliki rasa cinta seperti almarhum kepada Baginda Rosul. Padahal dari kecil sudah menjalankan rukun-rukun pokok ajaran beliau (Rasulullah)kecuali pergi berhaji. Kepergian beliau bagi saya adalah inspirasi dan motivasi hidup, motivasi untuk kembali mengenal Rasulullah yang dikenal sebagai Nabi akhir zaman yang sikapnya penuh kelembutan, pemaaf, dan mengajarkan bagaimana menjadi manusia dalam menjalani dan meniti setiap detik nafas & gerak langkahnya agar selamat di dunia dan akhirat. Selamat jalan ya Habib... semoga menemukan kebahagiaan sejati... Innalillahi wainna Ilaihi roji'un... Allahumaghfirlahu warhamhu wa'fuanhu..

Sunday, March 31, 2013

Tanggapan Soal Kasus Adi Bing Slamet vs Eyang Subur

Akhir-akhir ini santer sekali berita tentang perseteruan antara mantan penyanyi cilik, Adi Bing Slamet dengan seorang pria tua mantan guru spiritualnya yang bernama Eyang Subur. Terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang salah, para pemirsa seolah dibawa untuk mengikuti arus pemberitaan tentang kasus yang makin memanas tersebut. Diantara penontonpun ada yang membela yang membela atau simpatik terhadap Adi BS, tapi ada pula yang sebaliknya, walaupun sebenarnya mereka tidak tahu persis seperti apa kasus yang terjadi sebenarnya. Hanya saja dari pemberitaan sekilas yang terus-menerus ditayangkan televisi (infotainment) sangat tampak bagaimana Adi BS dan teman-temannya sangat terlihat menyesali apa yang telah mereka kerjakan sewaktu bersama-sama mengikuti nasehat Eyang Subur. Sungguh sebuah ironi, setelah 16 tahun mengikuti ajaran dan perintah-perintahnya, justru sekarang Adi berbalik menyerang dan bahkan menyebut dirinya sudah sesat sesesat-sesatnya. Adi BS, Ibu Subangun, Arya Wiguna tampak begitu marah pada mantan pembimbing spiritualnya, bahkan mereka tidak segan-segan hanya memanggil nama saja (si subur) pada sang eyang yang tidak pernah muncul di media tersebut. Pembaca blog yang budiman, kiranya kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari kasus yang sangat mengejutkan ini. Bagaimanapun juga, itu semua berawal dari sebuah kekhawatiran dan kegamangan dalam menjalani hidup di dunia ini. Demi popularitas dan harta yang melimpah, kadang kita lupa dan sedikit nekat keluar dari rel ajaran agama yang sudah dijalankan sejak kecil. Bukan itu saja, kadangkala hanya karena ingin mengetahui hal-hal ghaib kadang seseorang harus menjadi korban dari ketidaktahuannya tentang hal tersebut. Merekapun dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang katanya punya ilmu ghaiblah, punya pasukan jinlah, punya santetlah, mengaku dirinya satria piningitlah, reinkarnasi Raja Brawijaya-lah, punya gudang uanglah, punya bank ghaib, punya kunci harta Bung Karno-lah, pemegang amanah dana revolusi-lah, punya jin entut birut-lah (hehehe) dan sederet predikat lainnya yang kesemuanya itu hanya sebatas mengaku-ngaku dan katanya saja. Hati-hatilah, di bumi Indonesia, khususnya di tanah Jawa ini banyak sekali orang-orang yang mengaku-ngaku seperti itu. Dan parahnya… korbannya tidaklah sedikit (seandainya banyak yang mengaku). Itulah saudaraku, kenyataannya hidup di zaman sekarang. Kadang kita memang lupa bahwa kita ini hidup di zaman yang harus memaksimalkan potensi akal yang kita miliki. Kita manusia, berbeda dengan hewan, kita dianugerahi oleh Allah swt sebuah perangkat yang tidak diberikan kepada makhluk lain, itulah akal. Maka, pergunakanlah rasio atau akal tersebut ketika bertemu dengan orang-orang yang mengaku ini-itu seperti yang tersebut di atas. Jika anda beragama Islam, kembalilah kepada syariat Islam anda, tidak usah Anda mengikuti ritual-ritual yang mereka perintahkan, misalnya harus minum kopi pahit, kopi manis, air garam, melarung kembang melati ke pantai, makan kembang, berendam di air malam-malam (kungkum), menyalakan dupa. Ingatlah saja, tanyakan pada diri sendiri, anda itu orang apa? Kalau hati kecil anda mengatakan, “saya orang Islam” ya sudah hentikan semua itu. Lainnya halnya jika anda orang Kejawen atau kebathinan, memang mereka itu punya ritual-ritual seperti, biarkan saja mereka, tidak usah anda ikuti. Mungkin, ini saja sementara yang dapat saya bagi pada Anda, mudah-mudahan ada manfaatnya. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.
Google